IPM FOR ALL

IPM FOR ALL
logo

Sabtu, 03 Desember 2011

AGAR HIDUP BERNILAI IBADAH

Agar Hidup Bernilai Ibadah
Penulis:Asmawati / laporan Rahmi

Sesungguhnya tiap detik kehidupan seorang muslim itu penuh nilai. Semua pekerjaan yang dilakukan sebenarnya tak ada yang sia-sia, asal diniatkan untuk ibadah.

Pada suatu Ramadhan, seorang ibu tua asyik membaca wirid di sebuah masjid di Jakarta. Saat itu memang hari-hari di akhir Ramadhan, banyak orang yang menjalankan i’tikaf di masjid tersebut. Karena masjid itu juga punya fasilitas untuk kaum wanita, maka tak heran masjid itupun dihadiri oleh beberapa wanita yang menjalankan i’tikaf.

Melihat kekhusyuannya, Ibu itu bertutur, bahwa baru-baru ini saja ia berkesempatan menjalankan i’tikaf, yaitu setelah anak-anaknya dewasa dan sebagian telah menikah pula.
“Yah, anak-anak sudah dewasa semua. Apalagi yang ibu kerjakan selain ibadah banyak-banyak dan mendekatkan diri pada Allah?” tanyanya retoris.

Selama ini ia merasa selalu disibukkan oleh tugas-tugas kerumahtanggaan, sampai-sampai ibadahnya tak terlalu serius dijalaninya. Semua pekerjaan rumah tangga, mengurus suami dan anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya.

Tak ada yang salah dalam perkataan ibu tua tersebut. Namun apakah memang segala aktivitas hidup benar-benar terpisah dari ibadah? Apakah orang harus mendahulukan aktivitas hidupnya dahulu sampai selesai, atau menjadi lebih ringan, baru kemudian ia banyak-banyak beribadah pada Allah? Bagaimana bila dalam menjalankan aktivitas tersebut ia keburu dipanggil Allah, tanpa sempat beribadah lebih baik?
***

Tak dipungkiri, sebagian besar orang saat ini memang masih memisahkan secara tegas antara aktivitas hidup setiap hari, semisal bekerja, mengurus rumah tangga dan lain-lain, dengan ibadah. Saat menyebut ibadah yang tergambar di benak kebanyakan orang adalah kewajiban shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Namun bagaimana sebenarnya Islam memandang ‘dua kutub’ tersebut, yaitu antara aktivitas dunia dan aktivitas akhirat?

Untuk ibadah
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah pada Allah, sebagaimana firman Allah di Quran Surat Az Zariyat: 56,”Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.”

Ruang lingkup ibadah itu luas yang di dalam syariat terbagi atas 2, yaitu ibadah khusus (mahdhoh) dan ibadah umum. “Ibadah khusus itu tata caranya, waktunya, sudah ditentukan oleh Allah, berdasarkan contoh RasulNya. Bahkan sampai menyangkut tempat melaksanakannya. Ibadah-ibadah khusus ini disebut juga ubudiyah, yaitu seperti shalat, puasa, zakat dan haji,” paparnya.

Sementara ibadah umum adalah seluruh aspek kehidupan yang dijalankan seorang muslim. “Semua harus bernilai ibadah, bisa berupa makan, minum, berpakaian, berumahtangga, bekerja, berdagang dan seterusnya.

Dengan demikian seluruh aktivitas yang dijalankan muslim, entah itu sebagai ibu rumah, pegawai, pelajar dan lain-lain sebenarnya bisa merupakan bentuk ibadah juga. Tentu dengan suatu usaha agar apa yang kita lakukan itu bisa bernilai ibadah.
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar aktivitas kita bernilai ibadah. Pertama, niat yang ikhlas karena Allah. Kedua, dilakukan dengan cara yang benar, sesuai apa yang dicontohkan Rasulullah. Ketiga, tujuannya hanya mencari ridho Allah.
Tanpa terpenuhinya ketiga syarat tersebut, aktivitas apapun, tak bisa disebut ibadah. Bahkan ibadah mahdhoh sekalipun. “Peribadatan sekalipun, shalat misalnya, kalau tidak memenuhi kriteria tersebut, tidak bisa disebut ibadah.

Hubungan ibadah khusus dan umum
Antara ibadah khusus dan umum merupakan satu kesatuan. “Ketika seorang muslim beribadah secara khusus, shalat misalnya, maka ia harus membuktikan bahwa ia sudah shalat dalam bentuk beribadah secara umum. Sebagaimana yang tercantum dalam QS al Ankabut:45, bahwa sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar. “Sehingga ketika orang sudah shalat, mestinya ia terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.

Kedua jenis ibadah tersebut seharusnya seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisah-pisah. “Sebagaimana hubungan vertikal kepada Allah, harus dibuktikan dengan hubungan horisontal kepada manusia. Orang yang menilai ia dekat dengan Allah, harus terbukti juga ia dekat dengan sesama.

Perintah shalat Jum’at dalam QS al Jumaah:10. Di situ orang diperintahkan untuk menyegerakan shalat Jum’at dan meninggalkan aktivitas lainnya semisal berdagang dan bekerja. Tapi, segera setelah shalat orang diperintahkan segera kembali pada urusannya masing-masing. Ini semakin menunjukkan keterkaitan kedua ibadah tersebut.

Ibadah mahdhoh itu adalah sebuah training center atau pusat pelatihan, dimana semua latihan ini harus dibuktikan pada ibadah umum. Keberhasilan ibadah mahdhoh seharusnya membuahkan keberhasilan pada ibadah umum atau aktivitas kesehariannya.

Dari segi kuantitas, ia menilai sebenarnya pelaksanaan ibadah mahdhoh yang kita jalankan sama sekali tak mencukupi agar hidup kita selamat di akhirat kelak. “Sebenarnya kalau kita shalat sebagai ibadah ritual, sekali shalat, taruhlah 10 menit. Berarti sehari semalam cuma 50 menit, kurang dari satu jam, atau 50 menit per 24 jam. Apakah ini cukup dibanggakan di hadapan Allah? Sementara 23 jam lainnya tidak kita isi dengan ibadah. Berarti 1 lawan 23. Amal baiknya cuma 1, amal tidak baiknya 23. Itu tidak seimbang. Amal buruk lebih banyak dari amal baik.

Itu baru dari segi kuantitas, belum dari segi kualitas ibadah. Misalnya saat menjalankan shalat, kebanyakan orang masih ragu apakah shalatnya akan diterima lantaran sangat sulit untuk khusyu dalam shalat. “Kalau dari segi kuantitas kalah, dari segi kualitas kalah, berarti sangat sulit kalau hanya bergantung pada ibadah mahdhoh saja.

Maka untuk menyeimbangkan pemenuhan ibadah dari segi kuantitas sekaligus kualitas, sudah seharusnya 23 jam lainnya harus diisi dengan aktivitas yang bernilai ibadah atau ibadah umum tadi.

Bila ada pemilahan antara dua ibadah ini, maka orang tersebut tidak termasuk sebagai muslim yang kaffah (keseluruhan-red), bukan muslim sejati. Padahal Allah memerintahkan kita untuk menjadi kaffah, sebagaimana QS Al Baqarah:208. “Syaitan bisa jadi menghendaki itu, sehingga orang tidak jadi muslim sejati. Di satu sisi ia kelihatan rajin shalat, tapi di sisi lain bisa korupsi. Rajin shalat, tapi di sisi lain berzinah.

Bekerja sebagai ibadah
Pemilahan yang tegas antara dua ibadah ini, bahkan bisa membuat orang hanya melaksanakan ibadah ritual saja dengan sangat kaku. Mereka hanya berdiam di masjid atau tempat lainnya dalam rangka mengkhususkan diri untuk ibadah agar hidupanya di dunia dan akhirat jadi mudah. Sementara itu tanggung jawabnya yang lain, seperti memberi nafkah pada anak istrinya, dilalaikannya. “Itu tidak dibenarkan. Hidup bukan cuma di masjid. Kalau saya selalu di masjid, lalu istrinya saya tidak masak karena tak ada yang saya berikan, anak saya tidak bisa makan dan tidak bisa sekolah karena tidak ada biaya, itu berarti saya mendzalimi istri dan anak saya. Meskipun kelihatannya saya rajin ibadah.

Bekerja dan menafkahi keluarga juga merupakan bagian dari ibadah umum. Tentunya bila dilakukan berdasar tiga syarat ibadah tadi akan berbuah pahala juga. Suatu ketika, dalam sebuah riwayat, Umar bin Khattab mendapati seseorang yang sejak Subuh hingga menjelang siang masih berada di masjid. Menurut orang tersebut sedari tadi ia berdoa agar Allah meluaskan rezekinya. Umar menjadi gusar dan mengusi orang itu keluar dari masjid. “Bukan di sini tempatnya rezeki. Sesudah engkau berdoa, maka carilah,” ujar Umar.

Rezeki memang di tangan Allah. Namun untuk untuk memperolehnya tentu kita harus mengambil dari tanganNya. “Kalau Allah menyodorkan tangannya (memberikan rezeki-red) pada si A, sementara si B tak diberi, nanti Allah dibilang tidak adil. Maka, demi keadilan, setiap orang yang berusaha mendapatkan rezekilah yang akan mendapatkannya.

Sebagai penjelasan, bahwa bila dalam ibadah umum tersebut, yaitu bekerja kemudian kita mendapat uang, itu sama sekali tak mengurangi nilai ibadah yang kita maksudkan. Tentunya selama tiga syarat tadi terpenuhi. “Dalam konsekuensi kerja ada imbalan. Kalau orang beramal, Allah berikan imbalan pahala. Kalau orang bekerja dengan sesama manusia, kalau itu bernilai materi, kenapa tidak?

Sesungguhnya Allah telah begitu memberi kemudahan untuk mencapai surgaNya. Sekecil apapun kerja yang kita lakukan akan bernilai ibadah dan mendapat pahala di sisiNya, asal dilakukan karena Allah, benar menurut cara Allah dan untuk mencapai ridho Allah.

Jumat, 02 Desember 2011

kegiatane IPM PACUL

PADA NARSIS KABEH

YUUK PADA SENAM, BIAR GAK KESLEO

Musyawarah Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ranting Pacul Periode 2010-2012


Pawai Ta'aruf Musyawarah Cabang Muhammadiyah, Aisiyah, Nasyiatul Aisiyah Cabang Talang 2. denngan satu kompi pasukan pengibar bendera (PASKIBRA) paling depan barisan yang penuh semangaT..

bpk Drs Harun Abdi Manaf ceramah di pacul dalam rangka tahun baru ISLAM 1433 H


Dalam islam di Indonesia memiliki 4 thun baru idhul fitri. Kh ahmad dahlan mengubah metode adat islam di Indonesia. Orang yang korupsi hanya di omongin saja .istri sekarang membanding banding kan gaji suaminya dengan orang lain. Dengan akidah yang kuat jiwa kita pasti kuat. Tapi kalo akiidah kita lemah maka jiwa kta akan lemah. Kh. Ahmad dahlan tidak ingin kita kegeden rumangsa . jika seringhaji tapi tdk menjaga anak yatimmaka merekaadl orang ………
Koruptor dengan teroris lebih bahaya koruptor.ttpi malah sebalikya. Koruptor memng kaya hata tapi miskin mentALNYA. Sedang orng miskin harta mempunyai kaya mental.
Jangan sampe ada orang yang tdk bsa membayar spp sdngkan kita punya harta lebh.
Amal amal akan dihitung apabila ada orang yang menunggu utk dihitung amalnya. Apabila kamu tdur dlam keadaan knyang tetapi tetangga kita ada yang tdk bsa tidur krna kelaparan maka dia adl orang yang tdak beriman.